Pada era millennium ketiga ini, salah
satu tolak ukur kemajuan suatu masyarakat di suatu Negara diukur dari
pertumbuhan sector jasanya. Menurut Dunning
[1995: 272-274] sector jasa semakin menjadi dominan di Negara maju seiring
dengan semakin tingginya tingkat perekonomian.
4 fase tingkat
kemajuan :
- Natural
resources.
- Investment
Capital.
- Investment-Led
to Innovation-Led.
- Information
Processing ( Post-Industrial / Services Stage of Development ).
Pentingnya industry
jasa inijuga mempengaruhi daya tarik pertumbuhan industry. Semakin tinggi daya
tarik industry, akan menjadi potensi meningkatnya intensitas persaingan [Poter 1980: 362-5]. Dan dalam tingkat
persaingan yang semakin ketat dalam global economi ini, sebagian besar
perusahaan cenderung over-supply, konsumen memiliki keluasan dalam memilih [Hitt et al 2005: 10-2]. Dorongan
ekonomi membuat perusahaan saling berlomba dan bersaing untuk tetap exist.
Keadaan ini memperpendek product
life-cycle maupun industry
life-cycle.
Industry Jasa dan
Lifestyle.
Perubahan pola
kehidupan masyarakat modern cenderung menimbulkan banyak permasalahan dan
tekanan. Pola hidup cosmopolitan cenderung dipenuhi dengan stress yang tinggi,
hidup serba praktis, ketidak harmonisan pola hidup dll. Pelampiasan dari
himpitan keadaan-keadaan tersebut menimbulkan peluang bisnis-bisnis baru yang
luar biasa di bidang jasa seperti rumah makan cepat saji, warnet, café, game
station dll.
Service
Marketing
Karakteristik Jasa.
Dalam pemasaran jasa
( Service ) terdapat factor
karakteristik unik jasa yang berbeda dari pemasaran produk ( Goods ). Keunikan karakteristik jasa
dibandingkan produk terletak pada beberapa sifat di bawah ini :
- · Intangibility : Sifat jasanya tidak berwujud ( Performance ) yang hanya bisa dirasakan.
- · Inseparability : Mencarminkan tidak terpisahnya antara provider dan konsumennya, keterlibatan konsumen dalam dalam proses delivery jasa dalam production proses.
- · Variability : Performance jasa sangat sulit dikontrol dan sifatnya relative.
- · Perishability : Salah satu keterbatasan jasa, karena dilakukan dalam waktu yang bersamaan dan tidak memungkinkan dilakukan penyimpanan. [Czinkota and Ronkainen, 2001 : 539-43 ]
Fandy Tjiptono [ 2005: 21-3 ]
karakteristik jasa ditambahkan juga bersifat Lack of Ownership. Yang merupakan perbedaan mendasar
dibandingkan dengan goods, Jasa tidak
memungkinkan dimiliki secara permanen dan pribadi oleh konsumken. Kepemilikan
dan akses berjangka waktu tertentu, oleh karenanya diupayakan pemberian
penekanan pada manfaat non-ownership, menciptakan system keanggotaan (
membership ) untuk mengasosiasikan dengan kepemilikan dan pemberian system insentif
dengan adanya system reservasi dan fasilitas prioritas. Rust et al [ 1996: 15-8
] jasa, meskipun intangible, jasa dikemas dalam 4 komponen :
- · Service Delivery. Service ini merujuk pada kejadian sesungguhnya yang dialami konsumen saat membeli jasa.
- · Service Product. Service ini menggambarkan core performance yang dibeli konsumen dengan harapan hasilnya ( outcome ) sesuai dengan keinginannya, termasuk di dalamnya pengalaman dan transfer dalam interaksi denga physical goods dan people dari penyedia jasa.
- · Service Environment. Service ini merupakan physical backdrop yang berada di sekitar penyampaian jasa dan sering disebut servicescape. Service environment juga sering kali menunjukan kelas segmentasi dan tanda untuk positioning perusahaan.
·
Physical Product.
Marketing mix [ Kotler, 2000: 21 ] dapat dilakukan
dengan 4Ps :
- Product.
- Price.
- Place.
- Promotion.
[ Glyn and Barnes ] secara spesifik
marketing mix dilengkapi dengan 3Ps :
- People.
- Proses.
- Physical-evidence.
Sedangkan lovelock
and Wright menambahkan “ P “ yaitu productivity dan quality.
Sedangkan Keegan
[ 1996: 33 ] menembahkan pentingnya informasi dalam pemasaran dengan
menyebutnya “ P “ yaitu Probe. Lebih lanjut, Kotler [ 2000: 435 ] terdapat tiga
hubungan marketing yang dapat terjadi :
Gouthier and Schmid [
2003: 119-43 ] memberikan konseptual marketing mix khusus jasa dalam komponen
mix yang mamasukan unsure Costumer Knowledge sebagai bagian dari proses jasa
oleh konsumen dalam bentuk partisipasi konsumen dalam proses penerimaan jasa sehingga
4Ps marketing mix menjadi :
a)
People.
b)
Process.
c)
Physical-Evidence,
dan
d)
Participating
Customer.
·
Hubungan internal marketing ( hubungan company to employee ).
Menggambarkan tugas untuk melakukan training
dan memotivasi karyawan.
·
Hubungan external marketing ( hubungan company to customer ).
Menggambarkan pekerjaan umumnya untuk
mempersiapkan price, distribute, dan prompote service ke konsumen.
·
Interactive marketing ( hubungan employee dengan customer ).
Aplikasi dari kedua hubungan sebelumnya.
Manajemen
jasa pada Wellness Center, Beauty Industries, dan Hospitaly
Industries.
Dalam service, salah satu
keberhasilan dalam persaingan adalah dengan menciptakan competitiveness. Ini
dikatakan berhasil apabila perusahaan dapat menciptakan kepuasan konsumen
dengan menggunakan keunggulan individual
product market.
Salah satu kunci
keberhasailan tersebut adalah melalui relationship
yang baik.
Berikut 3 dimensi relationship :
· Reach.
Merupakan dimensi
untuk mendapatkan akses dan connection dengan konsumen.
· Richness.
Merupakan dimensi
untuk mengetahui alur informasi timbal balik.
· Affiliation.
Merupakan dimensi
untuk menentukan fasilitas yang digunakan untuk berinteraksi dengan konsumen.
Menurut Cressy [ 2003, 109-11 ], perkembangan jasa industry lifestyle juga dipengaruhi oleh pola product life-cycle. Pada masa growth atau decline, product yang
dijual dapay diamati dari cirri-ciri sebagai berikut :
Growth.
a) Fashionable.
b) Peningkatan demand yang baik.
c) Kualitas prima dalam persepsi konsumen.
d) Meningkatkan kualitas hidup penggunanya.
e) Benefit yang tinggi bagi konsumennya.
f) Environtment Friendly.
g) Memenuhi kebutuhan konsumen.
h) Therapeutic.
Decline.
a) Pasar product telah jenuh.
b) Fashion sudah tertinggal.
c) Terbukti product yang ditawarkan tidak efisien.
d) Tidak diterima sesuai harapan konsumen.
e) Cost menjadi penghambat.
f) Not environment friendly.
Kebutuhan
Gaya Hidup
Consumer
Behavior.
Costumer
Behavior muncul akibat dorongan factor belum terpenuhinya needs,
wants,
dan desire
seseorang yang menimbulkan tension.
[ Schiffment & Kanuk,
1997: 83-86 ] Consumer behavior muncul dalam dorongan individual goals.
Motivasi dan teori kebutuhan akan
menjadi factor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan pembelian
konsumen yang tercermin dalam customer behavior-nya. Menurut Hawkins et al [
2007: 480-1 ] consumer decision process juga dimulai dari adanya interaksi
factor external dan internal yang mempengaruhi self-concept dan lifestyle
individu yang mendorong needs dan desires untuk proses pengambilan keputusan.
[ Kurt and Clow
1998:36-47 ] memiliki pendapat yang sependapat, bahwa keputusan pembelian oleh
konsumen ( pre-purchase phase ) dipengaruhi oleh internal factors, external
vactors, firm production factors dan risk.
Unsur-unsur factor internal konsumen :
·
Motivasi.
·
Persepsi.
·
Pembelanjaan.
·
Kepribadian.
·
Sikap.
External factors terdiri atas :
·
Competitive
options yang tersedia bagi konsumen.
·
Social
context.
·
Word
of mounth.
Firm-produced factors adalah pengaruh-pengaruh yang yang
mempengaruhi konsumen akibat kegiatan marketing yang disusun perusahaan.
Risk factors adalah konsumen berusaha memperkecil resiko
karena konsumen berpersepsi bahwa service lebih besar resikonya dibandingkan
goods.
Psychographics.
Arti penting Psychographics
dilandaskan pada kenyataan yang didasarkan pada tingkat variable sebagai
berikut :
- Perubahan
dari psycholography menjadi individual behavior.
- Social
life.
- Communication.
- Consumption.
- Commerce.
Lifestyle
Lifestyle merupakan bagian dari
customer behavior dan didifinisikan sebagai berikut :
· Pengejawantahan
activities, interest, dan opinions kehidupan suatu kelompok masyarakat. [
Walker et al 1999: 176-7 ]
· Aktifitas manusia
dalam hal mengisi waktu, minat terhadap hal yang dianggap penting, dan opini
terhadap diri sendiri dan orang lain.
· Perilaku individu
yang diwujudkan dalam bentuk aktivitas, minat dan pandangan individu untuk
mengaktualisasikan kepribadiannya karena pengaruh interaksi dengan
lingkungannya.
Customer Satisfaction, Customer Value, dan Customer
Loyality.
Customer
Satisfaction.
[ McQuitty et al,.
2000:1-18 ] Customer Satisfaction merupakan dasar dari marketing concept.
Customer Satisvaction juga hal yang penting berkaitan dengan firm
profitability dan repurchase probability.
Dalam review yang
dilakukan terdapat tiga hubungan yang penting, yaitu :
- Satisfaction
adalah fungsi dari expectation, perceived performance, dan
disconrirmation.
- Keinginan
yang kuat untuk repurchase adalah fungsi dari customer satisfaction.
- Choise
adalah fungsi dari expectation dan intention untuk repurchase.
Hubungan tersebut
terintegrasi dalam satu model yang disebutnya satisfaction-based repeat
purchase behavior model.
Nilai
Pelanggan.
Tipe pemilihan keputusan membeli
membeli konsumen dipengaruhi oleh consumption value yang meliputi :
Ø Functional value, perceived utility
yang diterima dari penyediaan manfaat dari pemilihan kepemilikan dan manfaat
yang disiapkan untuk konsumen.
Ø Social value, perceived utility
yang diperolah dari keputusan pembelian oleh konsumen yang berkaitan dengan
reference group.
Ø Emotional value, diperoleh apabila
dapat menstimuli perasaan dan emosi konsumen.
Ø Epistemic value, didapatkan ketika
keputusan membeli dipersepsikan dapat memuaskan keinginan akan knowledge,
provide novelty atau curiosity.
Ø Conditional value, perceived utility
diperoleh ketika pemilihan alternative karena factor-faktor situasi.
perilaku
setelah pembelian merupakan post-purchase phase.
Pada tahap ini,
konsumen melakukan evaluasi quality secara menyeluruh baik satisfaction dan
dissatisfaction. Satisfied customer akan melakukan post-purchase actions
termasuk repeat purchase, customer loyalty dan positive
word of mouth. Sedangkan dissatisfied customer melakukan tindakan switching
vendors, dan negative word of mouth communications.
Satisfaction dalam
jangka panjang menciptakan loyalitas pelanggan dan secara bertahap loyality
dapat terbentuk sebagai berikut [ Oliver, 1977: 492-5 ]
- Cognitive
Loyality.
- Affective
Loyality.
- Conative
Loyality.
- Action
Loyality.
Loyality and purchase
cycle menurut Griffin [ 2003: 18-20 ] terdiri dari 5 langkah :
- Kesadaran
( Awareness ).
- Pembelian
awal ( Initial Purchase ).
- Evaluasi
pasca-pembelian ( Post-purchase evaluation ).
- Keputusan
membeli kembali.
- Pembelian
kembali.
Penciptaan loyality
dapat dilakukan dengan twelve laws of loyalty yang dikemukakan Griffin [ 2003:
20-21 ] dan diadaptasi sebagai berikut :
1)
Built
staff loyalty.
2)
Practice
the 80/20 rule.
3)
Know
your loyalty stages and ensure your customers are moving through them.
4)
Serve
firs, sell second.
5)
Aggressively
seek out customer complaints.
6)
Get
responsive and stay that way.
7)
Know
your customer’s definition of value.
8)
Win
back lost customers.
9)
Use
multiple channels to serve the same customers well.
10)
Give
your front line the skill to perform.
11)
Collaborate
your channel partners.
12)
Store
your data in one centralized database.
Selanjutnya
ditambahkan oleh Bernand T. Widjaja [ 2006: 56 ]
a)
Relationship,
relationship !
b)
Personal
loyality.
c)
Innovation.
Dengan demikian,
pemahaman mengenai loyalitas pelanggan tidaklah semata-mata membangun dan
memelihara konsumen menjadi pelanggan setia, namun juga memberikan peningkatan
nilai bagi perusahaan ( brand value ) maupun memberikan tingkat profitabilitas
yang wajar dan mampu memberikan kontribusi yang memadai.
Marketing
strategy
Customer
Target and Segmenting
Meskipun jasa
memiliki karakteristik yang berbeda dari goods,
namun bisnis jasa juga harus tetap menentukan pilihan strategi. Adalah hal yang
penting bagi perusahaan untuk melakukan focus pada upayanya melayani pelanggan
dengan baik. Focus diartikan menyediakan bauran jasa yang sempit untuk segmen
pasar tertentu, yaitu suatu kelompok yang memiliki kesamaan karakteristik,
kebutuhan, perilaku pembelian atau pola konsumsi. Konsep ini merupakan strategi
penting dan dapat dibagi menjadi 2 hal yaitu :
1)
Focus pasar ( market focus )
Focus ini mengilustrasikan besarnya
pasar atau banyaknya pasar yang dilayani oleh perusahaan.
2)
Focus jasa ( service focus )
Focus ini mengilustrasikan pada luasan
jasa yang ditawarkan oleh perusahaan.
Salah satu tahap
penting dan kritis dalam penyusunan strategi adalah bergantung pada penentuan
target konsumen yang tepat. Secara umum, customer segmentation untuk customer
market dapat dilakukan berdasarkan :
·
Demographic factors ( age, income, sex,
etc )
·
Socioeconomic factors ( social class,
stage in the family cycle )
·
Geographic factors ( cultural,
regional, and national different )
·
Psychological factors ( lifestyle,
personality strait )
·
Consumption pattern ( heavy, moderate,
light user )
·
Perceptual factors ( benefit
segmentation, perceptual mapping )
Penjabaran deskripsi
customer markets berdasarkan behavior yang paling umum didasarkan pada :
Ø Lifestyle.
Merupakan salah satu behavior yang
berkembang selaras dengan pola kehidupan modern saat ini
Ø Social class.
Merupakan suatu deskripsi dari kelompok
status yang tumbuh dan diakui dalam kehidupan social masyarakat.
Ø Interest.
Segmentasi ini didasarkan pada
kesamaan ketertarikan atau peminatan seperti hobbies dll.
Service
Marketing Mix ( SERV )
Pada tahap selanjutnya, segmentasi
yang telah ditetapkan perlu dilakukan targeting dan positioning [ Kotler
2003: 136-38 ]. Mengutip beberapa pendapat terkait positioning, menurut Michael
Treacy and Fred Wiersama, menentukan positioning adalah berdasarkan product
leadership, operational excellence, dan customer intimacy. Sedangkan menurut
Fred Crawford and Ryan Mathew, menentukan positioning berdasarkan product, price, easy to access, value-added
service, dan customer experience.
Inti dari positioning terletak pada performance above average
( differentiate ) dan
positioning tidak berlaku selamanya dan membutuhkan evaluasi secara terus
menerus. Menyikapi perubahan situasi yang terjadi saat ini, khususnya mendasari
pada pemahaman resources-based dan market-based untuk menciptakan competitive
advantage. Dan competitive
advantage dapat diciptakan bila memiliki distinctive competencies.
Penjabaran
competencies dalam penjabaran pemasaran jasa tidak terlepas dari marketing
mix-services. Marketing mix-service merupakan marketing mix 4Ps yang dilengkapi
3Ps khusus jasa yaitu people, process, dan physical
evidence.
Lifestyle
Marketing Mix ( LIST )
Rumusan bauran pemasaran gaya hidup
(Lifestyle Marketing Mix selanjutnya
dinamakan LIST). Yang diperoleh dari penelitian empiris. Yaitu adalah hal yang
sesuai dengan kekhususan bidang jasa salon kecantikan yang memperhatikan
hal-hal yang terkait dengan kebutuhan gaya hidup : Luxury (kemewahan), Indulgence
(kemanjaan), Self-image (konsep diri) dan admired (dikagumi), yang
disingkat LISA.
Ekuitas
Merek
Pada dasarnya merek adalah identitas
product/service atau company yang mencerminkan nilai dan karakteristik
perusahaan atau product/jasa yang ditawarkan. Merek juga merupakan sebuah
promise. Merek dapat berkembang karena unsure-unsur yang membentuk merek, yaitu
:
·
Communication.
·
Advertising.
·
Public
relation.
·
Design.
·
Promotion.
·
Marketing
activity.
·
Publication.
·
Research.
Pada perkembangannya, merek mampu
memberikan nilai lebih bagi perusahaan maupun bagi konsumen karena memiliki
ekuitas merek yang tinggi. Ekuitas merek ( brand equity ) dapat
di definiisikan sebagai berikut :
·
Sekumpulan
asset dan liability yang dimiliki perusahaan yang berkaitan dengan suatu merek,
nama, dan simbolnya yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh
sebuah barang atau jasa .
·
Agregasi
dari seluruh akumulasi kebiasaan dan pola perilaku yang tinggal dalam benak
konsumen yang akan menghasilkan profit.
·
Nilai
tambah dari merek yang merupakan sinergi yang dihasilkan dari proses pemasaran
strategis.
Dalam brand management, beberapa hal
perlu mandapat perhatian untuk menghindari brand failure. Beberapa catatan
kegagalan merek dapat dirangkumkan dalam Six Deathly Sins of Branding [ Haig,
2003:5-9 ] Yaitu :
·
Brand
Amnesia.
·
Brand
Megalomenia.
·
Brand
Deception.
·
Brand
Fatigue.
·
Brand
Paranoia.
·
Brand
Irrelevance.
Keller menggambarkan
dimensi ekuitas merek dalam 4 dimensi :
·
Brand
identity ( who are
you? )
·
Brand
meaning ( what are you?
)
·
Brand
response ( what do I
think about you? )
·
Brand
relationship ( what kind of
association would I like to have? )
Customer
Lifetime Value ( CLV ) dan Ekuitas Pelanggan(
Customer Equity )
Customer Lifetime
Value.
Definisi customer
lifetime value :
·
Penjumlahan
keuntungan yang dihasilkan oleh seorang pelanggan dari serial waktu pada
periode waktu diskrit [Mulhern 1999: 25-40].
·
Nilai
hubungan pelanggan yang dinyatakan dalam monetary term [Bell et al 2002: 80-1].
·
Discounted
value dari masing-masing pelanggan pada expected lifetime sebagai pelanggan
suatu perusahaan [Lovelock and Wirtz 2004: 354-5].
·
Penjumlahan
dua net present value, yaitu return on acquisition spending dua return on retention spending [Ching et al 2004:
860-67].
·
Keuntungan
yang diperolah perusahaan karena memiliki hubungan pelanggan pada jangka waktu
tertentu [Mengadaptasi Lovelock and Writz 2004: 354-5].
Perubahan paradigma pemasaran yang
baru menyebabkan terjadinya transformasi dari brand-centric manuju
customer-centric dan sebagai konsekuensinya maka identifikasi konsumen menjadi
penting.
Keberhasilan pemasaran tidak
terlepas dari ukuran finansial dikaitkan dengan customer lifetime value (CLV). [Belt et al 2002:80-1]. CLV
merupakan pengembangan dari model terdahulu yang dikenal dengan RFM (Recency, Frequency, and Monetary).
Recency :
Menunjukan kurun waktu sejak pembelian terakhir.
Frequency :
Menunjukan banyaknya kali pembelian yang dilakukan pelanggan.
Monetary :
Menunjukan jumlah uang yang dibelanjakan dari perusahaan.
Perbedaan utama CLV dan RFM adalah
kerangka waktuny, RFM mencatat perilaku pelanggan untuk prediksi jangka waktu
pendek [ Etzion, Fisher and Hanna, 2005: 421-34 ].
Komponen dari
Customer Lifetime value ( CLV ) menurut Bauer and Hammerschidt [ 2005: 331-48 ]
adalah :
·
Retention
rate.
Merupakan tingkat kemungkinan konsumen
akan menjadi loyal untuk pembelian mendatang.
·
Revenue.
Tingkat penjualan yang tercermin dari
4 katagori yaitu :
a)
“
autonomous “revenue.
b)
Up-selling.
c)
Cross-selling.
d)
Contribution
margin.
·
Costs.
Adalah biaya yang dikeluarkan pada
saat akuisisi konsumen pertama kali dan dianggap sebagai sunk cost yang berhubungan pada perhitungan CLV.
Ekuitas pelanggan (
Customer Equity )
Lovelock and Writz [ 2004: 354-55 ],
berpandapat bahwa loyalitas pelanggan merupakan salah satu sumber yang
memberikan keuntungan dan menjadi asset finansial yang sangat penting.
Customer equity
adalah salah satu strategi yang tidak hanya memandang dari sisi
customer-centered, tetapi juga dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan
secara menyeluruh [ Furrer, 2002: 109 ]
Definisi Ekuitas
Pelanggan ( Customer Equity ) :
·
Total
lifetime value dari pelanggan-pelanggan perusahaan [ Maas 2000:106-7 ].
·
Hasil
upaya aktivitas pemasaran yang dilakukan secara sistematis dalam membangun
asset pelanggan [ Deighon 2001 ].
·
Merupakan
penjumlahan discounted customer lifetime value ( CLV ) dari seluruh pelanggan
perusahaan. [ Lovelock and Writz 2004: 354-5 ].
·
Merupakan
penjumlahan customer lifetime value ( CLV ) dari seluruh pelanggan saat ini (
Current Customer ).
Ekuitas palanggan
diartikan pula dalam 3 dimensi, yaitu :
·
Value
Equity.
Penilaian objective dari pelanggan
dalam menggunakan merek berdasarkan persepsi yang diterima oleh pelanggan.
·
Brand
Equity.
Merupakan pendorong penciptaan
persepsi pelanggan atas aspek-aspek yang ditawarkan perusahaan.
·
Relationship
Equity.
Dapat dibangun melalui program loyalitas, special recognitions and
treatment, affinity program, community building program dan knowledge building
program.
Factor penting dalam membangun
ekuitas pelanggan dapat dilakukan melalui pemikiran penciptaan nilai dari suatu
hubungan dengan pelanggan [ Hosmer 2003: 59-60 ] adalah :
1)
Menempatkan
konsumen pada 4 fase daur hidup yaitu : prospect,
first-time and early-repeat buyers, core customer dan defector.
2) Merancang program
pemasaran yang berbeda untuk setiap kelompok pelanggan melalui customer acquisition, customer retention,
ataupun add-on selling.
3)
Mengantisipasi
terjadinya lack of skill dari pengelolaan system manajemen data dan
menerjemahkannya dalam keputusan menejemen.
Rangkuman
penelitian Lifestyle, Service Quality, Ekuitas Merek, Loyalitas Pelanggan dan
Ekuitas Pelanggan.
[ terdapat pada tabel
halaman 119 -129 ]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar